Selasa, 21 Oktober 2008

Penyuluhan Infeksi Saluran Pernapasan Akut

 
ISPA [Infeksi Saluran Pernapasan Akut]. Sering disalah artikan sebagai Infeksi Saluran Pernapasan Atas. Tapi bukan kesalahan fatal jika salah pada "satu" kata saja. Kesalahan akut jika kau berpikir Instrument for Structural Policies for Pre-Accession, singkatannya ISPA juga. Tapi ia bukan penyakit, melainkan tiga instrumen keuangan dari Uni Eropa, Phare, dan SAPARD untuk membantu negara-negara kandidat dalam persiapan untuk aksesi.

Kita akan mati. Itu adalah kalimat ampuh saat penyuluhan. Bukan untuk menakuti. Kalimat penegasan kadang kala diperlukan untuk menyalurkan sebuah pemahaman.

Membuka ruang diskusi ketika tangan memegangi mikrofon,
Kembali memuntahkan kalimat-kalimat ampuh.

 "Bagaimana kalau ternyata teori-mu salah?"
Itu pertanyaan kritis wanita yang duduk di sisi kanan depan.

Apakah link ini tidak mengingatkanmu dengan kasus serangan (ISPA) di Kabupaten Subang yang menyerang 10.241 balita? Kadang kala kita perlu mengengok ke belakang, melihat kembali tangisan negeri ini dan secara diam-diam bersyukur tidak lahir pada zaman itu. Seperti halnya sejarah yang kau lihat dari arah belakang. Siapapun yang berusaha mengambil gambarmu dari belakang. Ia sedang mencoba melihatmu dari sisi lain.

Senin, 11 Agustus 2008

Pernah Jadi Guru Privat Bahasa Inggris

 
Tentu tak semudah itu memberikan sebuah pemahaman. Ibarat jerit seorang Suryo Sumanto yang berjuang hidup mati di zaman penjajahan Belanda dan bekerja sebagai guru Neutraalschool Delanggu, Verslaggeyex in die Bode di Klaten. Saya hanya perlu melewati siswa-siswi yang ribut. Sedang Suryo harus melewati para kolonel dengan senjata dan hentakan kaki mereka yang ribut.

 
Membawakan materi ke-16. Pronouns dan Prepositions.
Gambar ini di ambil 10 detik setelah gambar di atas.

Peserta Privat. Menarik perhatian mereka dengan sungguh-sungguh. Jadi ingin kembali melahap buku berjudul "Sedikit Uraian Sejarah Pendidikan Indonesia" itu. Ditulis oleh sebuah komunitas Paduraksa, pemerhati sejarah budaya Indonesia. Dengan membaca buku itu, memaksa diri bersyukur adanya kebebasan menuntut ilmu. Tak ada lagi usaha Belanda membatasi pendidikan terhadap kalangan pribumi. Tak ada lagi Jepang yang memiliki persepsi bahwa melalui pendidikan gerakan-gerakan perlawanan halus terhadap keberadaan mereka di Indonesia dapat muncul. Pertanyaan yang berkali-kali saya ajukan, adanya sogok-menyogok membeli bangku kuliah, adanya sabotase pendidikan dasar dan menengah, anak muda yang kuliah hanya 7,2%. Begitu berat rasa mengatakan, kita sudah merdeka.

Minggu, 20 Mei 2007

Bergabung dengan BEM FK-UMI 2006-2007

Jangan jadikan organisasi menghidupi anda,
melainkan andalah yang menghidupkan organisasi

Bergabung dengan BEM FK-UMI pada akhir tahun 2006 pada masa kepresidenan Fathurrahman Muiz, kehadirannya mengingatkanku dengan kehadiran B.J. Habibie di masa Rezim Orde Baru. Mereka adalah pengganti untuk memperbaiki sistem yang rapuh. Lalu kami bersama-sama berusaha mengimbangi, melintasi masa jabatan, dan mengubah sistem ke-organisasian menjadi lebih religius.


 
Kembali menduduki kursi koordinasi BEM FK-UMI pada pertengahan tahun 2007 pada masa kepemimpinan Mujahidin Dean. Statisitk pemerintahan almamater hijau itu tercatat dalam sejarah kampus. Tapi keputusan untuk tidak bergabung lagi dengan BEM orde 2008 (setelah masa Mujahidin Dean berakhir), adalah keputusan nyata melihat adanya gerakan pemaksaan satu angkatan memilihnya. Rasanya nyaris seperti berbuat curang.

Jumat, 14 Oktober 2005

Sejarah Usia Remaja yang Masih Tersisa

Masih menyimpan gambar ini hingga sekarang di ambil pada perayaan hari Islam
Anwar, Umar, Anis, Muktar, Wahyu

Suasana kebersamaan sedarah sebelum palung di antara gelombang tercipta

Satu-satunya alasan yang membuatku rindu pulang ke rumah
Duduk di samping ayahku menemaninya minum kopi

 Hari Kelulusan Man 1 Soekawati

Sabtu, 20 Januari 2001

Menimba Ilmu Tuhan di Pondok Pesantren

Pesantren Mahad Hadist Biru (setingkat SMP)
Aku menyebut Asrama Penitipan Anak Nakal
Selama setahun bersemedi hingga pada akhirnya kabur melewati pagar

Asrama satriwati
Memaksa diri menoleh saat melewatinya menuju masjid

  Wajah-wajah yang terbuang, dibuang berarti dilupakan

Senin, 13 Desember 1999

Saat Masih Duduk di Bangku Sekolah Dasar

Pasangan yang telah membuatku di malam purnama. Aku selalu ingin menjadi dirinya, seorang pekerja keras. Laki-laki lulusan PGAN Watampone itu pernah menulis sebuah artikel tetang G30S/PKI. Ada satu argumennya yang aku ingat hingga sekarang, "Agak aneh, mengapa Soeharto tidak membagi informasi yang diterimanya dari Latief kepada Jendral Ahmad Yani, atasannya. Kemungkinannya hanya dua, ia terlibat atau ingin mengambil keuntungan dari gerakan GESTAPU itu."
Pernah bermimpi menjadi seorang Jet-Lee
Karena tidak memiliki lawan, adik perempuan saya menjadi korban
Momen indah sesaat setelah orang tua saya berkunjung ke rumah Tuhan. Diambil pada tahun 1999 dengan kamera tua yang lampu blitz-nya sudah pecah. Aku baru sadar sekarang ini, kenapa orang-orang berdatangan di rumahku saat itu melototi layar TV. Itu tahun ketika sedang gencar-gencarnya pemberitaan Kerusuhan Ambon 1999. Aku sedikit mengingat ketika Hasan yang tinggal tepat di depan rumah saya berkata, "RMS pasti ikut bermain dalam peristiwa ini. Pikir saja, kekuatan apa yang mempengaruhi anjing negara itu melepas para preman itu?"

"Ya ya, saya tidak tahu. Yang jelas, mau islam atau kristen jika dia sudah bunuh orang harus tanggung jawab, bagaimana bisa ia dilepas hanya karena alasan tidak ada bukti," ayah saya berkata.

Negeri-ku tak henti-hentinya menangis. Atau, mungkin memang para perusuh sengaja ingin menguji kemampuan ABRI.